Jakarta | Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti lahan kelapa sawit milik tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan kawan-kawan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang terjadi pada Tahun 2011-2016 di Mahkamah Agung.
Acara penyitaan dilakukan pada 11 Agustus 2020, setelah Tim penyidik KPK berkoordinasi dengan Kristanti Yuni Purnawanti selaku Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Sumatera Utara.
Koordinasi tersebut dalam bentuk pinjam pakai ruangan kerja untuk memeriksa para saksi dan permintaan personel pengamanan dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas dalam rangka penyitaan.
Demikian disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri melalui Plt. Juru bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam siaran persnya, Rabu (12/8/2020) di Jakarta.
Ali mengatakan, lahan kelapa sawit yang yang disita tersebar di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Padang Lawas. Barang bukti berupa dokumen penting lainnya yang terkait dengan tersangka Nurhadi juga ikut disita KPK.
“KPK belum merinci berapa luas lahan sawit yang terkait dengan NHD tersebut. Namun, aset lahan sawit itu tersebar di sejumlah kecamatan dan Desa di Padang Lawas, Sumatra Utara,” kata Ali.
Dalam perkara tersebut, lembaga KPK sempat mengonfirmasi keterangan dari tiga saksi terkait kebun kelapa sawit milik Nurhadi, pada akhir Juli 2020 lalu.
“Penyidik mengonfirmasikan keterangan para saksi tersebut terkait dengan dugaan kepemilikan kebun kelapa sawit milik tersangka NHD,” tambah Ali.
Selain Nurhadi, KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono (RHE) swasta dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) sebagai tersangka.
Sebelumnya, tiga tersangka tersebut juga telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Akhirnya, Nurhadi dan Rezky ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Penerimaan suap terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) lebih kurang sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT lebih kurang sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan lebih kurang Rp12,9 miliar. Akumulasi suap yang diduga diterima lebih kurang Rp46 miliar. (Yanto).